Kehadiran Saksi dalam Persidangan Pidana: Antara Kewajiban Hukum dan Perkembangan Teknologi

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana. Keterangan ini berasal dari apa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Begitulah definisi Saksi menurut Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Definisi Saksi diperluas Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”. Perluasan definisi Saksi ini bermula ketika Prof. Yusril Ihza Mahendra ingin menghadirkan saksi yang menguntungkan bagi dirinya, akan tetapi ditolak karena dianggap tidak memenuhi kualifikasi sebagai saksi yang melihat, mendengar, dan mengalami kasus itu, dengan kata lain tidak sesuai dengan keriteria Saksi dalam Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP;

Dalam putusannya Mahkamah Konstitusi, Majelis berpendapat bahwa arti penting saksi bukan terletak pada apakah dia melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu peristiwa pidana, melainkan pada relevansi kesaksiannya dengan perkara pidana yang sedang diproses;

Terkait relevansi Saksi tersebut, dalam pertimbangannya, Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Penyidik tidak dibenarkan menilai keterangan Ahli dan/atau Saksi yang menguntungkan Tersangka atau Terdakwa, sebelum benar-benar memanggil dan memeriksa Ahli dan/atau Saksi yang bersangkutan;

Apakah Saksi Wajib hadir di persidangan?

Kehadiran Saksi dipersidangan menurut Pasal 159 ayat (2) KUHAP adalah wajib, bahkan apabila dapat disangka bahwa Saksi tersebut tidak mau hadir, maka Hakim Ketua dapat memerintahkan supaya Saksi tersebut dihadapkan ke persidangan;

Namun, kewajiban untuk hadir dipersidangan tersebut juga harus memperhatikan keabsahan panggilan kepada saksi tersebut. Karena jika Saksi dipanggil dengan tidak sah, maka secara hukum Saksi tersebut tidak dianggap mangkir dari panggilan untuk menghadap persidangan.

Dalam Pasal 227 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa pemberitahuan atau panggilan sidang disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan, ditempat tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka terakhir. Namun dengan berlakunya SEMA 1 tahun 2023 tentang Tata Cara Panggilan dan Pemberitahuan Melalui Surat Tercatat, pada angka 11 SEMA tersebut disebutkan Bahwa panggilan harus dikirimkan melalui surat tercatat paling lambat 6 (enam) hari kalender sebelum sidang dan diterima secara patut oleh para pihak paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum sidang, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Baik menurut KUHAP maupun SEMA panggilan sidang paling lambat 3 (tiga) hari sebelum sidang harus sudah diterima oleh orang yang dipanggil.

Bagaimana jika Saksi tidak bisa hadir ke persidangan?

Berdasarkan ketentuan Pasal 162 ayat (1) KUHAP ada beberapa kondisi yang memperbolehkan keterangan Saksi untuk dibacakan di persidangan, yaitu Jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan. Dan keterangan Saksi yang dibacakan berdasarkan ayat (2) pasal tersebut menyatakan selama diberikan dibawah sumpah, maka keterangan itu disamakan dengan keterangan Saksi dibawah sumpah yang diucapkan di sidang.

Muncul pertanyaan, apakah dengan dasar tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya, sebagaimana disebutkan Pasal 162 ayat (1) KUHAP tersebut keterangan saksi yang diucap dibawah sumpah dalam BAP kepolisian dapat dibacakan di persidangan?

Dengan pertimbangan bahwa Pengadilan berkewajiban membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dalam Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 di antaranya bertujuan mewujudkan peradilan modern berbasis teknologi informasi. Juga, dengan adanya perkara yang terkendala keadaan tertentu membutuhkan penyelesaian cepat dengan tetap menghormati hak asasi manusia. Pada tahun 2020, Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana Di Pengadilan Secara Elektronik. Peraturan ini kemudian diperbaharui dengan Peraturan Mahkamah Agung nomor 8 tahun 2022. Itu untuk melengkapi Perma sebelumnya.

Dalam Pasal 11 ayat (3) Perma nomor 4 tahun 2020 menyebutkan bahwa dalam keadaan tertentu, Hakim/Majelis Hakim dapat menetapkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Saksi dan/atau Ahli yang berada di :

  • Kantor Penuntut dalam daerah hukumnya;
  • Pengadilan tempat Saksi dan/atau Ahli berada apabila Saksi dan/atau Ahli berada di dalam dan di luar daerah hukum Pengadilan yang menyidangkan perkara;
  • Kedutaan/konsulat jenderal Republik Indonesia atas persetujuan/rekomendasi Menteri Luar Negeri, dalam hal Saksi dan/atau Ahli berada di luar negeri; atau
  • Tempat lain yang ditentutan oleh Hakim/Majelis Hakim.

Sebelum pemeriksaan Saksi seabgaimana ayat (3) tersebut diatas, pihak yang menghadirkan Saksi memberitahukan kepada Panitera/Panitera Pengganti berupa :

  • Jumlah Saksi yang akan dihadirkan;
  • Akun tempat Saksi diperiksa yang dapat terhubung dengan aplikasi pelaksanaan sidang; dan
  • Dokumen lain yang dibutuhkan;

Keadaan tertentu yang dimaksud oleh Pasal 11 ayat (3) tersebut adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 16 Perma 8 tahun 2022. Keadaan tertentu ini terjadi jika proses persidangan tidak memungkinkan dilaksanakan sesuai tata cara dan prosedur yang diatur dalam Hukum Acara. Hal ini bisa terjadi karena jarak, bencana alam, atau wabah penyakit. Selain itu, bisa juga karena keadaan lain yang ditentukan oleh pemerintah sebagai keadaan darurat. Menurut Hakim/Majelis Hakim, persidangan perlu dilakukan secara elektronik.

Alasan Saksi tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya untuk hadir di persidangan. Oleh karena itu, keterangannya dalam BAP Kepolisian dibawah sumpah dibacakan di persidangan. Alasan tersebut seharusnya sudah tidak relevan lagi di zaman persidangan bisa dilakukan secara elektronik seperti saat ini. Hal ini telah diatur dalam Perma nomor 8 tahun 2022. Peraturan tersebut mengatur tentang persidangan secara elektronik. Perma ini juga memberikan solusi untuk pemeriksaan terhadap Saksi yang jauh dari lokasi gedung pengadilan tempat persidangan dilangsungkan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *